Pemetaan Lapangan (Land Surveying)


LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH
PEMETAAN PLANIMETRIS
Kantor Pusat Fakultas Teknik





Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2011


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Pengukuran Planimetris ini.
Praktikum ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu Ukur Tanah  yang wajib ditempuh pada Semester 1 Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Laporan praktikum ini disusun sebagai pelengkap pembelajaran mata kuliah Ilmu Ukur Tanah  tersebut.
Dan dengan selesainya laporan praktikum ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.      Dosen Ilmu Ukur Tanah
2.      Asisten dosen
3.      Rekan-rekan Teknik Geodesi
4.      Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, 4 Januari 2012


Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
I.1     Judul
Laporan ini mengambil judul ‘Pemetaan Planimetris’.
I.2     Latar Belakang
Peta merupakan penyajian secara visual mengenai dunia nyata yang disajikan pada suatu bidang datar dengan simbolisasi. Secara teknis, peta adalah bentuk penyajian obyek-obyek di atas dan/atau di dekat permukaan bumi pada bidang datar dengan menggunakan skala, sistem proyeksi peta, dan referensi tertentu. Peta adalah suatu model fenomena spasial. Peta meruoakan abstraksi, bukan suatu versi miniatur dari realitas yang menunjukkan tiap detil di dunia nyata. Peta merupakan reduksi realitas. Peta digunakan untuk menyajikan dan mengamati detil yang dianggap penting dan dapat membantu dalam menyajikan magnitude, volume, dan distribusi obyek-obyek (termasuk sumber daya) di bumi.
Planimetris merupakan salah satu macam metode pembuatan peta. Metode ini digunakan untuk memetakan wilayah yang luasnya hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu meter persegi dengan menggunakan cara pengukuran jarak langsung. Pemetaan planimetris dilakukan di Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM dengan beberapa detil yang cukup rumit. Dengan adanya hasil real berupa peta planimetris ini akan memberikan informasi secara visualisasi 2D mengenai keadaan dan posisi gedung Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM tersebut.
I.3     Tujuan
1.      Mahasiswa mampu memetakan Kantor Pusat Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
2.      Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan pengukuran jarak langsung di medan mendatar, miring, maupun terhalang.
3.      Mahasiawa mampu menyeleksi dan mengumpulkan data dari wilayah yang dipetakan.
4.      Mahasiswa mampu menghasilkan peta planimetris yang komunikatif.
I.4     Dasar Teori
Pemetaan planimetris adalah pemetaan suatu daerah yang relatif sempit, hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu meter persegi, menggunakan alat ukur jarak langsung (pita ukur) dengan mengabaikan unsur ketinggiannya. Pemetaan cara ini juga dikenal dengan pemetaan blok atau block meeting, dengan skala besar atau sangat besar. Metode yang digunakan dalam pemetaan planimetris adalah :
A.      Pengukuran Jarak Langsung
Pengukuran jarak langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan cara membentangkan pita ukur sepanjang garis yang akan diukur dengan alat utama berupa pita ukur. Apabila jarak tidak dapat diukur dengan sekali bentangan pita ukur, maka perlu dilakukan pelurusan. Pelurusan dilakukan dengan cara membuat penggalan-penggalan pada jarak yang akan diukur. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali, yakni pengukuran pergi dan pengukuran pulang
Pengukuran jarak langsung dapat dilakukan di medan mendatar dan medan miring. Pengukuran pada medan mendatar dilakukan dengan pelurusan terlebih dahulu. Kemudian mengukur langsung dengan menggunakan pita ukur. Sedangkan pada medan miring perlu dilakukan beberapa tahapan tambahan. Yang pertama adalah melakukan pelurusan seperti pada medan mendatar. Kemudian melakukan pengukuran jarak dengan bantuan unting-unting. Di sini pita ukur ditarik sehingga mendatar dan batas penggal jarak yang diukur di tanah diperoleh dengan bantuan unting-unting yang digantung dengan benang dari pita ukur yang direntangkan.
Namun, sering kali terdapat penghalang pada jarak yang akan diukur. Pengukuran pada jarak terhalang dapat dilakukan dengan beberapa macam cara sebagai berikut ;
a.       Dengan perbandingan sisi segitiga siku-siku
b.      Dengan mengukur titik tengah tali busur
c.       Dengan bantuan cermin penyiku atau prisma penyiku
B.       Pengukuran Sudut
Salah satu alat yang didesain untuk mengukur sudut, dalam bidang geodesi dan pengukuran tanah dikenal dengan nama teodolit. Teodolit memiliki tiga bagian, bagian atas (teropong, lingkaran vertikal, sumbu mendatar, klem teropong dan penggerak halus, aldehide vertikal dan nivo, nivo teropong), bagian tengah (kaki penyangga, aldehide horizontal, piringan horizontal, klem dan penggerak halus aldehide horizontal, klem dan penggerak halus nimbus, nivo tabung, mikroskop pembacaan lingkaran horizontal), dan bagian bawah (tribranch, nivo kotak, skrup penyetel ABC, plat dasar).
Prosedur penggunaan teodolit diawali dengan pendirian teodolit di atas statif dan melakukan sentering dan mengatur sumbu I agar vertikal. Yang dimaksud sentering adalah bahwa sumbu I (sumbu vertikal) teodolit segaris dengan garis gaya berat yang melalui titik tempat berdiri alat. Sentering dilakukan dengan medirikan teodolit sehingga ujung unting-unting berada tepat di atas titik (patok). Sedangkan pengaturan sumbu I vertikal dilakukan dengan cara mengatur posisi nivo kotak dan nivo tabung.
Pengaturan Nivo Kotak
1.      Putar teodolit pada sumbu I hingga nivo tabung sejajar dengan skrup penyetel A dan B. Seimbangkan gelembung nivo dengan memutar skrup penyetel A dan B.
2.      Putar teodolit pada sumbu I 1800. Apabila gelembung bergeser, maka seimbangkan gelembung dengan skrup A dan atau B.
Pengaturan Nivo Tabung
1.      Putar teodolit pada sumbu I ±900. Apabila gelembung bergeser, maka seimbangkan dengan skrup C.
2.      Putar teodolit pada sumbu I ke segala arah, apabila gelembung bergeser, ulangi pengaturan tersebut. Apabila gelembung tidak bergeser, maka sumbu I telah vertikal.
Setelah dilakukan pengaturan sumbu I vertikal, kemudian teropong diarahkan pada titik yang yang akan dibidik. Pada saat melakukan pembidikan, posisi garis bidik diarahkan pada benang yang digunakan untuk menggantungkan unting-unting. Posisi suatu target diketahui dengan skala yang terbaca pada bacaan piringan teodolit. Pengukuran sudut dapat dilakukan dengan cara repetisi atau reiterasi.
Cara Repetisi
Cara ini hanya dapat dilakukan dengan alat teodolit tipe repetisi atau teodolit yang mempunyai sumbu vertikal ganda. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1.      Stel teodolit di titik B, buat sumbu I vertikal.
2.      Bidik titik A. Dengan skrup klem dan penggerak jalus limbus, bacaan pada titik A dapat diatur agar menjadi nol atau angka yang lain. Catat pembacaan ini = p.
3.      Matikan klem limbus dan buka klem horizontal. Bidik teropong pada titik C. Setelah tepat, matikan klem horizontal. Baca q, diperoleh sudut α.
4.      Bawa pembacaan q ke pembidikan A pada titik C. Dengan cara ini, akan didapatkan sudut β lagi. Bila ini diulang n kali, maka akan diperoleh n.β kali.
Pada cara ini cukup dicatat pembacaan awal p, pembacaan kedua q, dan pembacaan terakhir r.  m merupakan berapa kali pembacaan melewati 3600.
α = ( r – p + m.3600 ) : n
m = ( p + n ) : 3600
Cara Reiterasi
Cara reiterasi sebenarnya mirip dengan repetisi, yaitu setelah mengukur sudut β, pembacaan q ditambah dengan besaran sudut tertentu, misal 300. Pembacaan ini kemudian dibawa ke A dan klem limbus dimatikan lagi. Selanjutnya klem horizontal dibuka dan teropong dibidikkan ke C lagi. Pekerjaan ini diulang-ulang sampai n kali.
β =
Pengukuran sudut dilakukan dengan sistem dua seri rangkap. Pengukuran seri rangkap adalah pengukuran sudut dengan kedudukan posisi teropong biasa dan luar biasa dari sebuah sudut tunggal. Sedangkan pengukuran dua seri rangkap bila mengukur target posisi biasa, biasa, luar biasa, luar biasa. Bila jumlah seri pengukuran akan ditambah guna meningkatkan ketelitiannya, maka penempatan posisi pembagian skala lingkaran horizontal pada teodolit repetisi dapat diubah-ubah.
C.       Pengukuran Jarak Optis
Pengukuran jarak optis merupakan pengukuran jarak secara tidak langsung, karena dalam pelaksanaannya digunakan alat bantu berupa teropong pada alat ukur teodolit dan rambu ukur. Pengukuran ini dapat dilakukan karena pada teropong teodolit dilengkapi dengan garis bidik (benang silang) dan benang stadia yang diarsir pada diafragma. Garis bidik adalah garis khayal yang menghubungkan titik benang silang dengan sumbu optis lensa obyektif teropong. Benang stadia terdiri dari tiga macam, yakni benang atas, benang tengah, dan benang bawah. Posisi suatu target diketahui dengan membaca bacaan piringan vertikal teodolit dan angka pada rambu ukur yang ditunjukkan dengan benang stadia yang dilihat dari teropong teodolit.
D = a (ba - bb) cos2h
D = jarak detil
a = konstanta = 100
ba = benang atas
bb = benang bawah
h = bacaan vertikal
D.      Poligon Tertutup
Poligon dapat diartikan sebagai suatu rangkaian dari titik – titik secara berurutan sebagai kerangka pemetaan. Posisi atau koordinat titik – titik poligon tersebut diperoleh dengan mengukur sudut dan jarak antar titik – titik poligon, serta azimuth salah satu sisinya. Adapun rumus penentuan koordinat poligon adalah :
          x2 = x1 + d12sinα12
          y2 = y1 + d12cosα12
Dilihat dari bentuknya, ada dua macam poligon, yaitu :
1.      Poligon Tertutup
2.      Poligon Terbuka
3.      Poligon Bercabang
Poligon tertutup adalah poligon yang diawali dan diakhiri pada titik yang sama (berimpit).
αααα
B
C
D
E
A
Î’2

Unsur yang diperlukan dari bentuk poligon tersebut adalah
-       Unsur sudut pada tiap titik
-       Unsur jarak pada tiap sisi
-       Azimut salah satu sisi, agar poligon tersebut terorientasi
Dari unsur – unsur tersebut semua unsur sudut diukur, salah satu sisi poligon perlu diukur atau diketahui azimutnya, karena untuk menghitung koordinat titik poligon, yang diperlukan adalah azimut, bukan sudut sehingga azimut sisi lainnya bias dicari dengan melihat hubungan antar sudut dan azimut awal.
Pengukuran Azimut
Beda tinggi arah utara yang ditunjukkan oleh magnetis dan utara geografis disebut dengan deklinasi magnet atau salah tunjuk jarum.
Besar sudut deklinasi magnet tidak sama dari satu tempat ke tempat lain, makin mendekat kutub makin besar, serta dari waktu ke waktu tidak sama pula. Salah tunjuk jarum magnet di suatu tempat selain dikarenakan deklinasi juga bisa disebabkan karena adanya atraksi local yaitu adanya gangguan medan magnet setempat, akibat adanya benda-benda yang terbuat dari besi baja, bangunan-bangunan gedung dan lain-lain serta kemungkinan adanya kesalahan dari kontruksi alat itu sendiri seperti halnya jarum magnet tidak sejajar sumbu datar (kesalahan kolimasi). Sehingga alat-alat yang menggunakan pembacaan dengan kompas, sebaiknya bila akan digunakan untuk pengukuran di suatu tempat perlu diukur deklinasi magnet di tempat tersebut dengan cara membandingkan suatu arah yang diukur dengan pengamatan matahari.
Selisih arah yang didapat merupakan besaran koreksi yang harus diberikan terhadap data hasil ukuran arah dengan kompas untuk mendapatkan arah yang benar.
E.       Pembuatan Peta Planimetris
Peta planimetris sampai saat ini dibuat dengan melakukan pengukuran secara langsung di lapangan. Maksud dari pengukuran yang dilakukan pada pembuatan peta ini adalah mengumpulkan data-data lapangan yang berupa panjangan dari penggal-penggal garis pembentuk/penentu posisi dari objek-objek yang diukur. Secara garis besar tahapan pembuatan peta planimetris meliputi :                                              
1.         Pembuatan Kerangka Peta
Kerangka peta yang digunakan secara umum adalah : dengan membentuk segitiga-segitiga. Jika suatu segitiga diukur ketiga sisinya, maka segitiga tersebut dapat digambarkan.
2.         Pengukuran Detil
Detil adalah obyek lapangan yang diukur atau dipetakan. Letak suatu detil dapat ditentukan posisinya jika terikat dari kerangka peta atau dari garis ukur. Posisi detil dapat ditentukan dengan cara penyikuan, pemotongan atau pengikatan, dan interpolasi. Namun, dalam prakteknya selalu digunakan cara kombinasi dari ketiganya.
3.         Penggambaran
Penggambaran umumnya dilakukan secara grafis, mengingat hasilukuran yang didapat berupa penggal-penggal garis saja. Dalam penggambaran hitungan yang ada hanya untuk kontrol garis ceking saja dengan toleransinya. Penggambaran peta planimetris meliputi penggambaran kerangka peta dan penggambaran detil. Penggambaran detil baru dilakukan setelah penggambaran kerangka peta selesai dan kualitasnya baik, yang diindikasikan dengan kesalahan penggambaran garis ceking masuk toleransi, yakni ≤ 1/3000.





BAB II
PELAKSANAAN
II.1    Waktu dan Tempat
Pemetaan planimetris dimulai pada Kamis, 15 Desember 2011 hingga 4 Januari 2012 berlokasi di Kantor Pusat Fakultas Teknik (KPFT) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
II.2    Alat dan Bahan
-          1 buah pita ukur
-          1 buah kompas
-          1 buah teodolit
-          1 buah statif
-          1 buah rambu ukur
-          1 buah payung
-          2 buah kaki target
-          3 buah unting-unting
-          3 batang jalon
-          Formulir data pengukuran
-          Kertas A0
-          Penggaris 1 meter
-          Penggaris triplepalm skala 1 : 200
-          Jangka dan busur lingkaran
-          Alat penghitung (kalkulator)
-          Alat tulis
II.3    Cara Kerja
A.      Survey Pendahuluan
1.      Mahasiswa datang di lokasi pengukuran, yakni Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM.
2.      Mahasiswa mengamati kondisi lapangan.
3.      Mahasiswa mencatat hal-hal penting yang teramat dan menentukan posisi titik poligon yang akan digunakan.
B.       Pengukuran Poligon
a.         Jarak
1.        Mahasiswa melakukan pelurusan pada jarak antara dua titik poligon.
2.        Mahasiswa mengukur penggalan – penggalan dari pelurusan.
3.        Mahasiswa mengukur rerata jarak dan ketelitian, serta mencatat hasil pada formulir pengukuran.
4.        Mahasiswa mengulang cara kerja 1-3 pada tiap jarak antar poligon.
b.         Sudut
i.     Azimut
1.        Mahasiswa meletakkan teodolit di atas statif pada titik 1, melakukan sentering dan pengaturan sumbu I vertikal.
2.        Mahasiswa memasang kompas pada teodolit, dan mengarahkan teropong teodolit ke arah utara.
3.        Mahasiswa memutar teropong teodolit hingga membidik titik 2, kemudian mencatat azimut yang terbaca dari kompas.
ii.   Sudut dalam Poligon
1.        Mahasiswa meletakkan teodolit di atas statif di titik 2 kemudian melakukan sentering dan pengaturan sumbu I vertikal.
2.        Mahasiswa meletakkan unting-unting yang digantung pada kaki target pada titik 1 dan 3.
3.        Mahasiswa membidik titik 1 melalui teropong teodolit, lalu mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan biasa.
4.        Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 3, lalu mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan biasa.
5.        Mahasiswa merubah posisi teropong menjadi luar biasa, lalu membidik titik 3 dan mencatat bacaan lingkaran horizontal.
6.        Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 1, lalu mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan luar biasa.
7.        Langkah 1-6 merupakan pengukuran satu seri rangkap.
8.        Mahasiswa mengarahkan teropong hingga terbaca bacaan biasa 1 + 900, lalu menutup klem horizontal dan membuka klem limbus, kemudian mengarahkan teropong ke titik 1, menutup klem limbus dan membuka klem horizontal.
9.        Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 3, lalu mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan biasa.
10.    Mahasiswa merubah posisi teropong menjadi luar biasa, lalu membidik titik 3 dan mencatat bacaan lingkaran horizontal.
11.    Mahasiswa memutar teropong mengarah ke titik 1, lalu mencatat bacaan lingkaran horizontal dalam keadaan luar biasa.
12.    Langkah 1-11 merupakan pengukuran dua seri rangkap.
13.    Mahasiswa mengulangi langkah 1-12  pada tiap titik poligon, dan mencatat hasil pada formulir pengukuran.

C.       Pengukuran Detil
i.               Pengukuran Jarak Langsung
1.      Mahasiswa menentukan titik detil yang akan diukur.
2.      Mahasiswa mengukur jarak titik detil dari poligon pertama dengan menggunakan pita ukur.
3.      Mahasiswa mengukur jarak titik detil dari poligon kedua dengan menggunakan pita ukur.
4.      Mahasiswa mengulangi langkah 1-3 pada setiap titik detil yang akan diukur.
ii.             Jarak Optis (dilakukan untuk detil yang tidak dapat diukur secara langsung)
1.      Mahasiswa menentukan tit lik detil yang akan diukur.
2.      Mahasiswa mendirikan teodolit di atas statif di titik poligon pertama, lalu melakukan sentering dan pengaturan sumbu I vertikal serta menyeimbangkan nivo tabung teropong.
3.      Mahasiswa mendirikan rambu ukur di titik detil yang akan diukur.
4.      Mahasiswa membidik rambu ukur di titik detil tersebut, kemudian membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah dari teropong teodolit, serta bacaan lingkaran vertikal teodolit.
5.      Mahasiswa mencatat hasil bacaan.
6.      Mahasiswa memindahkan teodolit di titik poligon kedua dan melakukan sentering dan pengaturan sumbu I vertikal serta menyeimbangkan nivo tabung teropong.
7.      Mahasiswa membidik rambu ukur di titik detil tersebut, kemudian membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah dari teropong teodolit, serta bacaan lingkaran vertikal teodolit.
8.      Mahasiswa mencatat hasil bacaan.
9.      Mahasiswa mengulangi langkah 1-8 pada setiap titik detil yang akan diukur.
D.      Penggambaran Peta Planimetris
1.             Mahasiswa mempersiapkan kertas A0, penggaris, jangka, busur, dan alat tulis yang dibutuhkan.
2.             Mahasiswa membuat garis tepi dan kelengkapan peta, berupa :
a.       Judul peta
b.      Skala peta (skala garis dan angka)
c.       Arah orientasi
d.      Legenda
e.       Waktu pembuatan peta
f.       Pengesahan
g.      Nama instansi
3.      Mahasiswa membuat grid pada lembar peta.
4.      Mahasiswa menggambarkan titik poligon dengan jarak sesuai skala yang digunakan dengan bantuan busur dan triplepalm.
5.      Mahasiswa menghubungkan titik-titik poligon, sehingga terbentuk pola poligon.
6.      Mahasiswa menggambarkan titik detil sesuai skala yang digunakan dengan bantuan busur dan jangka.
7.      Mahasiswa menghubungkan titik-titik detil sehingga terbentuk pola bangunan Kantor Pusat Fakultas Teknik UGM.
8.      Mahasiswa membuat titik-titik detil tambahan sesuai skala yang digunakan dengan bantuan busur dan jangka.
9.      Mahasiswa menghubungkan titik-titik detil tambahan sehingga terbentuk pola detil tambahan.
10.  Mahasiswa menghapus garis-garis atau pola yang tidak terpakai dan mempertebal garis / pola yang dibutuhkan.



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1  Sketsa Poligon



III.2  Perhitungan
A.    Perhitungan jarak poligon
Jarak poligon 1-2
a.       Pergi :   l1 = 19,751 m
             l2 = 16,014 m
             l3 = 17,368 m
b.      Pulang : l1 = 21,228 m
               l2 = 10,071 m
               l3 = 21,914 m
Jarak poligon 2-3
c.       Pergi :   l1 = 16,876 m
             l2 = 17,285 m
             l3 = 14,282 m
d.      Pulang : l1 = 13,638 m
               l2 = 16,734 m
               l3 = 18,004 m
Jarak poligon 3-4
a.       Pergi :   l1 = 28,846 m
b.      Pulang : l1 = 28,848 m
Jarak poligon 4-5
a.       Pergi :   l1 = 29,762 m
b.      Pulang : l1 = 29,758 m
Jarak poligon 5-6            
a.       Pergi :   l1 = 23,766 m
             l2 = 26,178 m
             l3 = 23,542 m
b.      Pulang : l1 = 24,728 m
               l2 = 26,608 m
               l3 = 22,152 m
Jarak poligon 6-1
a.       Pergi :   l1 =  16,684 m
             l2 =  11, 460 m
             l3 =  10,786 m
b.      Pulang : l1 =  15,136 m
               l2 =  8,634 m                     
               l3 =  16,156

 
                   =  =
*data lapangan ada pada lampiran


B.     Perhitungan sudut
Kedudukan istrumen
Target
Bacaan piringan horisontal
Sudut terukur
Biasa
Luar biasa
Biasa
Luar biasa
Rata-rata
1
2
6
1
2
6
2
3
1
55’ 0’’
2
3
1
3
4
2
3
4
2
4
5
3
4
5
3
5
6
4
5
6
4
6
1
5
6
1
5
*data lapangan ada pada lampiran





C.     Perhitungan koordinat titik poligon
Nomor titik
Sudut ukuran & koreksi
Azimut (A)
Jarak (m)
D sin A (fx)
D cos A (fy)
Koordinat
Nomor titik

X (m)
Y (m)

1
53,173
50,5658
16,4428
105
111,9
1

2
155, 5658
128,343
2

48,416
47,1102
-11,14

3
202,6761
117,203
3

28,847
-9,6119
-27,1932

4
193,0642
90,0095
4

29,76
-4,1475
-29,4635

5
188,9167
60,546
5

73,487
-72,1011
14,253

6
116,8155
74,749
6

38,928
-11,8155
37,101

1
105,0
111,9
1

















fx = -0,0515
fy = 0,3819
 
     =
     = 0,0632

D.    Pengikatan detil
a)      Menggunakan Pita Ukur (Langsung)
  
Garis Ikat
Ukuran (m)
Garis Ikat
Ukuran
Garis Ikat 
Ukuran (m)
3-A
14,802
3-T
37,702
5-H
13,236
2/1.2-A
6,874
4-T
10,434
4-H
28,852
3-B
14,762
4-G
10,622
5-I
12,674
4-B
22,400
5-G
29,032
5/2.2-I
12,358
3-C
25,314
6-M
21,892
6-N
21,358
4-C
10,348
6/2.2-M
14,326
6/1.1-N
12,014
4-D
9,536
1-S
22,028
2-R
9,274
5-D
35,846
1/1,1-S
7,276
1/1.1-R
10,638
6-J
25,830
6-K
24,234
1-O
20,224
5/1.1-J
6,034
5/1.2-K
7,880
1/1.1-O
7,422
2-S
8,392
5-b
34,808
5-d
41,002
1/1.1-S
11,224
6-b
39,272
6-d
32,916
5-a
30,872
5-c
38,812
5-e
43,176
6-a
42,366
6-c
36,194
6-e
23,902
5-f
47,002
2-n
28,042
2-t
35,608
6-f
26,172
1/2.1-n
4,676
3-t
17,023
2-p
21,200
2-q
0,412
3-u
8,026
1/2.1-p
6,928
3-q
47,618
4-u
22,804
2-o
23,076
2-r
3,206
3-v
10,204
1/2.1-o
4,282
3-r
46,978
4-v
21,238
2-m
25,916
2-s
28,954
3-w
13,270
1/2.1-m
3,100
3-s
20,112
4-w
15,132
3-c’
24,420
3-d’
25,208
3-x
15,002
4-c’
5,890
4-d’
4,412
4-x
14,104
4-y
16,804
5-e’
26,098
T-c”
0,942
5-y
13,273
4-e’     
4,518
G-c”
1,236
4-z
18,821
5-f’
25,134
H-d”
0,886
5-z
11,198
4-f’
6,030
I-d”
0,892
4-a’
21,814
A-a”
0,982
J-e”
1,224
5-a’
9,058
B-a”
0,826
K-e”
1,014
Garis Ikat
Ukuran (m)
Garis Ikat
Ukuran (m)
Garis Ikat
Ukuran
4-b’
23,802
C-b”
1,224
L-f”
0,926
5-b’
7,226
D-b”
0,924
M-g”
1,334
O-h”
0,924
S-j”
1,036
N-g”
1,002
P-h”
1,002
R-j”
0,914
Q-i”
0,998
1-S1
22,012
2-S8
10,866
5-S15
6,186
1-S2
9,234
3-S9
12,014
6-S16
8,122
2-S3
36,802
3-S10
36,234
6-S17
2,928
2-S4
26,278
5-S11
25,442
1-I
15,004
2-S5
16,432
5-S12
17,076
1-II
16,610
2-S6
7,822
5-S13
12,382


2-S7
7,032
5-S14
11,022


*data lapangan ada pada lampiran

b)      Pengukuran jarak menggunakan teodolit (jarak optis)

1.    4-E
                           
                            ba= 0,520
                            bb= 0,205
                            Sudut Hz=  dari titik 3
                            Sudut Vt=
                  D=100(0,520-0,205)
                  D= 31,5 m



2.      4-F
               
                Ba = 0,505
                Bb = 0,180
                Sudut Hz =   dari titik 3
                            Sudut vt =
                           
                           
3.  1-K
               
                Ba = 1,990
                Bb = 1,570
                Sudut Hz =   dari titik 2
                            Sudut vt =
                           
                           
4.   1-L
               
                Ba = 1,970
                Bb = 1,525
                Sudut Hz =   dari titik 2
                             Sudut vt =
                           
                           

III.3  Pembahasan
Pada pengukuran planimetris, tahapan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1.             Survey Pendahuluan
Tahap ini dilaksanakan pada tangal 15 Desember 2011. Pada tahap ini kami mulai memperhitungkan lokasi-lokasi strategis dimana titik poligon akan diletakkan. Pada awalnya kami menentukan 5 titik poligon. Namun, karena 5 titik tersebut tidak dapat mengikat detil Kantor Pusat Fakultas Teknik (KPFT), maka kami memutuskan untuk membuat 6 titik poligon dengan lokasi masing-masing berada di timur teknik kimia, selatan kantin teknik, barat laut KPFT, barat tiang bendera, utara perpustakaan fakultas dan utara teknik informatika.
Permasalahan kembali terjadi, karena adanya mobil yang parkir sembarangan, yakni pada batas garis kuning, dimana seharusnya tidak boleh ada yang parkir di sana, yang ternyata mobil tersebut tepat menindih salah satu titik poligon kami, sehingga kami terpaksa memindah titik tersebut. Kemudian kami juga sering berdebat dengan pengendara mobil karena sang pengendara bersikeras untuk parkir di lokasi garis kuning (lokasi bukan untuk parkir).
2.             Pengukuran Poligon
Pengukuran poligon dilakukan setelah titik poligon ditentukan dengan pasti. Pengukuran dengan penggalan – penggalan sering membuat hasil ukuran tidak memenuhi toleransi ketelitian (TOR). Untuk itu maka pengukuran perlu diulang kembali. Selain itu, pengukuran poligon juga memengaruhi tertutup tidaknya gambar poligon pada peta. Pada awalnya, gambar poligon kami tidak tertutup. Dan ternyata sebab dari kesalahan tersebut adalah kekuatan dalam membentangkan pita ukur yang tidak sama pada tiap sisi poligon. Solusi yang kami tempuh adalah mengulang proses pengukuran dengan menggunakan tenaga penarik pita ukur yang sama untuk tiap sisi poligon. Sehingga hasil ukuran dapat memenuhi TOR dan gambar poligon dapat tertutup.
3.             Pengukuran Detil
Pengukuran detil membutuhkan waktu yang lama. Hal ini karena banyaknya detil yang berada pada KPFT maupun di sekitarnya. Detil yang diukur meliputi detil bangunan (bingkai luar, bingkai dalam, pot tanaman, tangga) dan detil tambahan (tiang bendera, taman, selokan, lampu taman, tanda parkir). Pengukurannya sendiri kebanyakan menggunakan cara pengukuran langsung, dengan menggunakan pita ukur yang dibentangkan langsung dari detil ke titik poligon. Namun, apabila tidak memungkinkan dihubungkan ke poligon karena jarak yang jauh, maka detil tersebut kami hubungkan ke penggal.
Tetapi ada pula detil yang tidak dapat diikat oleh titik poligon maupun penggal. Kami mengukur detil tersebut dengan cara pengukuran jarak optis, dengan menggunakan teodolit dan rambu ukur. Namun, pengukuran dengan menggunakan jarak ukur ini sedikit terhambat karena peminjaman alat di Laboratorium Ukur Tanah yang tidak mudah. Selain itu faktor waktu peminjaman yang sebentar juga membuat kami sedikit kebingungan untuk melakukan pengukuran pada detil yang tak terjangkau baik oleh penggal maupun titik poligon tersebut. Pada akhirnya, kami diberikan waktu 6 jam untuk meminjam alat, sehingga kami dapat melakukan pengukuran lanjutan.
4.             Penggambaran Peta Planimetris
Peran asisten dosen sangat berpengaruh dalam proses penggambaran peta planimetris. Dari gambar sampel yang kami buat, terdapat sedikit kesalahan, berupa tidak tertutupnya poligon. Ternyata kesalahan tersebut bersumber dari kekurangtelitian dalam proses pengukuran. Pengulangan pengukuran telah membuat poligon kami kembali tertutup. Penggambaran juga harus memerhatikan grid yang telah dibuat, agar gambar yang terbentuk dapat sesuai dengan perhitungan.
BAB IV
PENUTUP
IV.1  Kesimpulan
1.        Ketelitian yang tinggi diperlukan agar hasil yang didapatkan masuk dalam toleransi nilai benar, yakni ≤ 1/3000. Namun, seringkali hasil ukuran yang diperoleh ketelitiannya melebihi nilai TOR (1/3000), maka harus dilakukan pengukuran ulang.
2.        Kondisi alat dan keadaan lokasi (cuaca dan keramaian) sangat berpengaruh pada proses pengukuran. Dalam pengukuran planimetris ini, kondisi alat yang digunakan sedikit kurang baik, karena merupakan alat yang tua. Sedangkan kondisi lapangan pengukuran sangat padat (ramai) akan kendaraan maupun orang. Terjadi pula keadaan dimana sebuah mobil parkir sembarangan yang ternyata berada tepat di atas titik poligon, sehingga pengukuran di poligon tersebut tertunda.
3.        Pada mulanya dalam proses pengukuran, kekuatan pemegang pita ukur tidak sama untuk setiap kali bentangan pita ukur, sehingga hasil yang didapat tidak dapat membentuk gambar bangunan dengan benar. Sehingga pengukuran kembali diulang, dengan kekuatan pemegang pita ukur yang sama, dan kemudian didapatkan hasil yang tepat. 
4.        Pencatatan data ukuran juga harus memerhatikan kerapian, karena seringkali terjadi kebingungan dalam pembacaan data hasil ukuran.
5.        Pada awalnya, penggambaran pola poligon tidak tertutup. Setelah diteliti kembali ternyata terdapat kesalahan dalam proses penggambaran berupa kesalahan dalam menggunakan busur lingkaran. Penggambaran harus diulang, sehingga poligon dapat tertutup sesuai dengan ukuran dan skala yang benar.
IV.2  Saran
1.        Hendaknya dalam melakukan pengukuran, ketelitian harus diutamakan, terutama dalam hal membaca skala ukuran, baik jarak maupun sudut.
2.        Sebaiknya dalam membentangkan pita ukur, tenaga pemegang harus sama untuk tiap-tiap jarak, sehingga hasil ukuran yang didapat dapat masuk dalam toleransi nilai benar, yakni 1/3000.
3.        Dalam menggunakan sistem jarak optis, sebaiknya bacaan vertikalnya dibuat mendekati 900, agar lebih mudah dalam penghitungannya.
4.        Proses penggambaran harus menggunakan tingkat kecermatan yang tinggi, sehingga tidak terjadi kesalahan.
5.        Pencatatan dan penghitungan data juga harus dilakukan dengan kesabaran dan ketelitian yang tinggi agar didapatkan hasil yang tepat.
6.        Kerja tim dan konsep kerja sangat dibutuhkan untuk melakukan pengukuran seperti ini.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim.TT. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10151-Chapter1.pdf (diunduh pada 1 Januari 2012 pukul 10.30)
Basuki, Slamet. 2011. ‘Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi)’. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Jurusan Teknik Geodesi. 2004. ‘Pengantar Geodesi dan Geomatika’. Yogyakarta.
Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika Universitas Gadjah Mada. 1999. Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta
Takasaki, Masayosi dkk. 2005. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. Pradnya Paramita: Jakarta
Wongsotjitro, Soetomo. 2010. ‘Ilmu Ukur Tanah’. Kanisius : Yogyakarta.



LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir data poligon (terlampir)
Lampiran 2. Formulir hitungan koordinat titik poligon (terlampir)
Lampiran 3. Data pengikatan detil (terlampir)
Lampiran 4. Data perhitungan jarak (terlampir)